I. Judul
: Difusi dan Osmosis
II. Tujuan :
Mengamati
pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia (jenis pelarut) terhadap
permeabilitas membran sel
Untuk
mengamati pengaruh larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan.
III. Dasar Teori
Masuknya partikel zat ke dalam
sel harus menembus dinding dan membran (rintangan), sehingga laju pergerakan
partikel zat ke dalam sel terjadi jauh lebih lambat. Dalam kaitan ini, keluar
masuknya zat (ke dalam dan ke luar) sel ditentukan oleh kemampuan membran
ditembus zat yang disebut permeabilitas membran. Zat-zat yang keluar masuk sel akar
atau daun dapat berupa gas-gas, air dan ion-ion. Sifat dari ketiga golongan zat
tersebut berbeda, maka permeabilitas membran terhadap zat-zat tersebut juga
berbeda. Karena itu cara penyerapannya juga berbeda (Subowo, 1995 : 89).
Kondisi optimal dalam kinerja
membran pada umumnya dinyatakan oleh
besarnya permeabilitas dan selektivitas membran
terhadap suatu spesi kimia tertentu. Makin besar nilai permeabilitas dan
selektivitas membran, membran memiliki kinerja yang semakin baik. Namun pada kenyataannya, dalam suatu proses
pemisahan dengan membran akan ditemukan suatu fenomena umum yaitu apabila permeabilitas membran besar maka
selektivitasnya akan rendah, demikian
pula sebaliknya jika selektivitasnya
tinggi maka permeabilitasnya juga akan
rendah. Solusi yang harus dicari dalam
dilema ini ialah suatu cara untuk mengoptimalkan kinerja membran baik dalam aspek
permeabilitas maupun selektivitasnya (Radiman, 2002 :77)
Difusi adalah pergerakan molekul suatu zat
secara random
yang menghasilkan pergerakan molekul efektif dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah. Contoh- contohnya
adalah difusi zat warna dalam air tenang, difusi glukosa dan teknik tomografi,
difusi zat melalui
membran, difusi oksigen dalam membran polimer. Bahkan difusi tidak hanya terjadi
pada skala mikro
tetapi juga skala makro, seperti difusi gas dalam galaksi. Model dasar yang
digunakan dalam penelitian
tentang difusi biasanya adalah hukum Fick namun bentuknya akan bervariasi sesuai
dengan asumsi-asumsi
peneliti (Trihandaru, 2012
;7).
Difusi merupakan salah satu
prinsip yang menggerakkan partikel zat seperti CO2, O2
dan H2O masuk ke dalam jaringan. Gerak partikel zat ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor penting, meliputi :
1.
Beda suhu
Setiap zat cenderung
dalam keadaan bergerak. Tenaga gerak semakin besar pada suhu yang semakin
tinggi, sehingga gerak zat akan semakin cepat.
2.
Beda konsentrasi
Perbedaan konsentrasi zat
membangkitkan tenaga gerak suatu zat.
3.
Beda tekanan
Pergerakan zat juga
terjadi karena adanya beda tekanan antara dua daerah. Misalnya, antara daerah
di sekitar akar (rizhosfir) dengan keadaan di dalam sel / jaringan.
4.
Zat-zat adsorptif (permukaannya
mudah mengikat zat).
Adanya daya ikat permukaan
partikel zat menyebabkan gerak zat dihambat.
Suatu zat juga akan
bergerak menyebar karena adanya perbedaan (gradien) tekanan atau suhu. Suatu
zat juga akan bergerak menyebar dari daerah berkonsentrasi lebih besar (lebih
pekat) ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Jadi, pada dasarnya setiap
zat akan bergerak bila terjadi perbedaan suhu, tekanan atau konsentrasi. Bila
gerak partikel zat gula lebih cepat maka zat gula akan lebih cepat larut
menyebar. Gerak penyebaran zat akan berhenti setelah larutan gula
menyebar merata (Jumono dan Zulfa, 2000 ; 112).
Transport
zat cara ini disebut aktif, karena membutuhkan energi dalam bentuk ATP.
Elektrolit, gula dan asam amino, selain secara difusi juga ditransport secara
aktif. Transport aktif melawan gradien konsentrasi suatu zat. Berarti zat itu
merembes dari ruang yang mengandung zat A yang berkonsentrasi rendah dari ruang
yang mengandung zat A yang berkonsentrasi rendah ke ruang yang berkonsentrasi
tinggi. Jadi melawan proses alamiah, dan hanya dimiliki oleh sel hidup.
Perembesan zat ke dalam sel secara transport aktif disebut absorbsi. Transport
aktif serentak dengan peristiwa mempoma ion lewat membran sel. Ion yang
dipompakan ialah Na+, K+, dan Cl- (Subowo, 1995 : 89).
Adanya garam-garam
dalam tanah berpengaruh terhadap penurunan kemampuan tanaman untuk mengabsorbsi
air sehingga jumlah air sel tanaman semakin berkurang dan dapat menaikkan titik
layu tanaman (Hakim,1986). Hal ini didukung oleh Pangaribuan (2001) yang
menyatakan bahwa adanya NaCl mengakibatkan peningkatan transpirasi. Peningkatan
laju transpirasi akan menurunkan jumlah air tanaman sehingga tanaman menjadi
layu. Perlakuan NaCl
menyebabkan jumlah air dalam tanaman
berkurang sehingga turgor sel-sel penutup stomata turun. Penurunan turgor
stomata mengakibatkan proses fotosintesis terhambat sehingga jumlah asimilat
yang dihasilkan oleh tanaman semakin berkurang (Subowo, 1995
: 89).
Plasmolisis
adalah peristiwa mengkerutnya sitoplasma dan lepasnya membran plasma dari
dinding sel tumbuhan jika sel dimasukan kedalam larutan hipertonik. Plasmolisis
merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan di
larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan
juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Kehilangan air lebih
banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis, tekanan terus berkurang sampai
di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan
adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya menyebabkan terjadinya
cytorrhysis (runtuhnya seluruh dinding sel) (Campbell.2008 :148).
Sel
yang telah mengalami plasmolisis dapat kembali ke keadaan semula. Proses
pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondisi semula ini dikenal dengan
istilah deplasmolisis. Prinsip kerja dari deplasmolisis ini hampir sama dengan
plasmolisis. Tapi, konsentrasi larutan medium dibuat lebih hipotonis, sehingga
yang terjadi adalah cairan yang memenuhi ruang antara dinding sel dengan
membran sel bergerak ke luar, sedangkan air yang berada di luar bergerak masuk
kedalam dan dapat menembus membran sel karena membran sel mengizinkan
molekul-molekul air untuk masuk ke dalam. Masuknya molekul-molekul air tersebut
mengakibatkan ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membran
sel kembali terdesak ke arah luar sebagai akibat timbulnya tekanan turgor
akibat gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari peristiwa ini adalah
sel kembali ke keadaan semula Jumono dan
Zulfa, 2000 ; 112).
Kunyit
merupakan tanaman berbatang basah dan mempunyai tinggi sampai 1 meter. Tanaman
ini dapat tumbuh di berbagai tempat. Kunyit (Curcuma Domestica Valet) termasuk
dalam klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi :
Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisi :
Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo : Zingiberales
Famili :
Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma Domestica Valet
susunan kunyit
terdiri atas akar, rimpang,
batang semu, pelepah daun, daun,
tangkai bunga dan kuntum bunga (Wahyuni, 2004 : 17).
IV. Metodologi
4.1 Permeabilitas Membran Sel
4.1.1 Alat Permeabilitas Membran Sel:
1.
Pisau
/ Silet
2.
Pemanas
listrik
3.
Tabung
reaksi
4.
Gelas
kimia
4.1.2 Bahan Permeabilitas Membran Sel:
1.
Umbi
kunyit
2.
Metanol
3.
Aseton
4.
Akuades
4.2 Alat Plasmolisis
4.2.1 Alat Plasmolisis:
1.
Mikroskop
2.
Object
glass
3.
Cover
glass
4.
Pipet
tetes
5.
Silet
4.2.1 Bahan Plasmolisis:
1.
Umbi
bawang merah
2.
Daun
Rhoeo discolor
3.
Larutan
gula
4.
Larutan
garfis
5.
akuades
6.
tisu
4.3 Cara Kerja
4.3.1 Permeabilitas
Membran Sel: Pengaruh Suhu dan Pelarut
- Membuat 10 kubus umbi kunyit dengan panjang sisi 1x1cm
- Mencuci dengan air mengalir
- Mencelupkan masing-masing 2 potong umbi kunyit
- Akuades bersuhu 700c, 500c, dan 400c selama 1 menit
- Umbi langsung dipindahkan ke akuades 5ml dalam
- Membiarkan
terendam selama 30 menit
Perlakuan
dengan pelarut organik
- Merendam 2 potong umbi kunyit dalam metanol 5 ml
- 2 potong lain direndam dalam 5 ml aseton
- Masing-masing selama 30 menit pada suhu kamar
- Memasukkan 2 potong umbi dalam akuades dan diamkan pada suhu kamar
- Mengambil dengan hati-hati lapisan dalam dari umbi bawang merah atau bagian yang berwarna merah dari daun Rhoeo discolor
- Meletakkan di atas object glass
- Menetesi dengan larutan garfis
- Membiarkan selama kurang lebih 10 menit
- Mengamati dengan mikroskop dan menjelaskan fenomena yang terjadi
- Menyerap larutan garfis yang membasahi potongan daun sampai kering dengan tissue
- Menetesi dengan aquadest (1) yang satunya dengan larutan gula
-
Membiarkan selama kurang lebih 10 menit
- Mengamati dengan mikroskop dan menjelaskan fenomena yang terjadi
V. Hasil
Pengamatan
Permeabilitas
membran sel
Perlakuan
|
Warna
larutan
|
|
Fisik
(suhu)
|
40áµ’
|
+
|
50áµ’
|
++
|
|
70áµ’
|
+++
|
|
Pelarut
organik
|
Metanol
|
++++
|
Hexan
|
+
|
|
Kontrol
|
Akuades
|
+
|
VI. Pembahasan
4.1 Permeabilitas Membran Sel : Pengaruh Suhu
Pada praktikum Pertama yaitu Perlakuan
fisik dengan suhu 70áµ’ C, 50áµ’ C, 40áµ’ C dengan cara mencelupkan umbi kunyit
kedalamnya, kami membuat kunyit dalam
bentuk persegi dengan luas 1 cm x 1 cm cm dengan tujuan agar mempercepat proses
terjadinya difusi dan osmosis. Sebab dengan ukuran kubus yang kecil serta
memiliki 6 sisi luas ini akan memperluas bidang penyerapan molekul sehingga
perpindahan baik difusi maupun osmosis akan lebih mudah terjadi.
Dari hasil perlakuan fisik
dapat diketahui adanya perubahan warna mengalami
perbedaan warna. Warna pada suhu 70áµ’ tampak lebih pekat daripada suhu 50áµ’ dan suhu 50áµ’ lebih keruh daripada
suhu 40áµ’.. Berdasarkan dasar teori, air mudah berdifusi
lewat pori yang banyak tersebar pada membran sel, tetapi difusi itu juga
mempunyai prinsip yang menggerakkan partikel zat
seperti CO2, O2 dan H2O masuk ke dalam
jaringan. Gerak partikel zat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penting,
meliputi beda suhu. Setiap zat
cenderung dalam keadaan bergerak. Tenaga gerak semakin besar pada suhu yang
semakin tinggi, sehingga gerak zat akan semakin cepat. Dengan percobaan
perlakuan fisik data
yang dihasilkan sesuai dengan teori, kalau
dengan suhu tinggi difusi akan lebih cepat menggerakkan partikel zat sehingga
warna tampak pekat.
Telah dijelaskan pada jurnal
juga, kalau suhu tinggi akan mempengaruhi warna dari percobaan. Sesuai dengan
hukum Arrhenius yang menyatakan bahwa laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi,
dimana suhu reaksi semakin tinggi maka konstanta laju reaksi semakin besar,
sehingga laju difusi air ke dalam bahan semakin besar. Faktor yang mempengaruhi
nilai difusivitas diantaranya adalah suhu dan kadar air bahan. Semakin tinggi
difusivitas air maka semakin mudah melewatkan air (masuk/keluar). Suhu
berpengaruh dalam meningkatkan energi, sehingga daya dorong air ke dalam
terjadi lebih tinggi. Partikel air akan
memiliki energi untuk bergerak lebih cepat dengan suhu yang lebih tinggi.
Berdasarkan tersebut, suhu yang tinggi menyebabkan warna akan semakin pekat. Semakin
tinggi suhu air perendaman maka pori-pori semakin besar karena protein pada
membran sebagian rusak, sehingga menyebabkan difusi air terjadi lebih cepat dan
mengalami berkurangnya jumlah air perendaman.
4.2 Permeabilitas
Pengaruh Pelarut Organik
Perlakuan dengan pelarut
organik dengan kami melakukan
percobaan dengan merendam dua potong umbi kunyit dalam 5 ml
etanol dan dua potong 5 ml aseton menunjukkan perbedaan warna. Dan dari hasil dapat diketahui warna dalam
larutan methanol lebih keruh dari pada aseton. Perbedaan dalam permeabilitas membran yang direndam dalam methanol dan aseton disebabkan oleh perbedaan
kepolaran pada senyawa kedua ini. Berdasarkan jurnal, metanol memiliki kepolaran yang lebih
besar daripada 2-propanol maupun
butanol. Hal ini menyebabkan metanol memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih besar sehingga air
akan lebih tertarik pada etanol dibandingkan dengan 2-propanol maupun butanol. Perendaman membran dalam metanol
akan menyebabkan permukaan membran lebih hidrofil sehingga permeabilitas
membran akan meningkat. N-heksana memiliki koefisien dielektrik yang kecil,
namun koefisien permeasinya justru kecil. Hal ini berarti bahwa, walaupun
pembasahan membran oleh heksan berlangsung baik, namun heksan mudah menguap,
sehingga selama proses berlangsung, banyak pelarut heksan yang hilang.
Konsekuensinya adalah kurangnya pembentukan kompleks dan berakibat kurang
baiknya transport.
Selain itu Metanol
merupakan senyawa alkohol yang bersifat polar dan mudah berikatan dengan
membran sel. Ikatan ini menyebabkan senyawa organic penyusun membrane sel menjadi larut (adhesi), metanol
juga memiliki panjang rantai paling pendek sehingga dengan waktu yang sama pada
methanol tidak memerlukan waktu yang banyak untuk pecahnya membran sel dan
larut dalam senyawa kimia metanol tersebut. Aseton memiliki rumus kimia
CH3COCH3 , methanol memiliki rumus kimia CH3OH. Jika dilihat dari rumus kimianya
hanya aseton dan methanol yang memiliki gugus –OH, sedangkan penyusun utama
membran sel adalah –OH, sehingga ketika cairan dalam membran sel larut dalam
senyawa aseton dan metanol. Dan jika dilihat dari panjangnya ikatan rantai
karbon metanol memiliki panjang rantai paling pendek sehingga dengan waktu yang
sama pada methanol tidak memerlukan waktu yang banyak untuk pecahnya membran
sel dan larut dalam senyawa kimia metanol tersebut. Oleh karena itu pada
larutan metanol didapatkan warna yang lebih pekat, lebih orange, hal ini sudah
sesuai dengan teori di atas.
Perlakuan kontrol dengan aquades warna yang terjadi keruh, hal ini dapat terjadi karena kunyit yang dicelupkan pada gelas
ukur yang berisi air, konsentrasi air dalam kunyit sedikit (hipotonik) sedangkan
air di dalam gelas ukur berkosentrasi tinggi (hipertonik), maka air dengan
konsentrasi tinggi di sekitar kunyit akan masuk menembus membrane permeabilitas
dari sel sel penyusun kunyit. Bersamaan masuknya air konsentrasi tinggi, cairan
dalam kunyit dengan konsentrasi air rendah (hipotonis) akan mengalir keluar
dari dalam sel menuju lingkungan air dalam gelas ukur dengan konsentrasi air
tinggi / hipertonis, yang disebut dengan osmosis. Sehingga cairan pekat berisi
zat pigmen warna dari dalam kunyit akan keluar dan larut dalam air di sekitar
kunyit yang menyebabkan perubahan warna pada cairan sekitar kunyit menjadi
kuning bening hingga kuning keruh. Dan berdasarkan teori pula, difusi pada variable control (air)
jauh lebih pelan dan sulit daripada tanpa lewat sekat. Karena molekul zat itu
harus melewati molekul-molekul membran yang bersusun rapat. Air mudah berdifusi
lewat pori yang banyak tersebar pada membran sel. Sehingga, teori tersebut
dapat dibuktikan, air merupakan termasuk zat yang dapat menembus membran sel.
Warnanya keruh karena difusinya lebih pelan karena tidak ada tekanan sama
sekali terhadap air tersebut.
Pengaruh larutan hipertonik dan Hipotonik.
Praktikan Plasmolisis dilakukan untuk mengetahui pengaruh
larutan hipertonik dan larutan hipotonik pada sel tumbuhan. Pada acara ini
praktikan menggunakan 2 bahan yaitu umbi bawang merah (Allium cepa) serta tumbuhan Jadam (Rhoeo discolor). Praktikan menggunakan 2 bahan ini dikarenakan pada
kedua sel ini mempunyai vakuola yang mengandung zat warna yang mencolok,
sehingga praktikan dapat mengetahui proses terjadiya plasmolisis denagn lebih
jelas. Sebagai cairan hipertoniknya, praktikan menggunakan bahan berupa larutan
gula sedangkan untuk larutan hipotoniknya praktikan menggunakan larutan aquades.
Pada praktikum ini praktikan juga menggunakan larutan isotonik yaitu berupa
larutan garfis.
Praktikum
plasmolisis ini dilakukan dengan cara mengambil lapisan dalam dari umbi bawang
merah serta bagain yang berwarna ungu pada jadam. Kemudian kedua sayatan ini
nantinya akan diberi larutan glukosa dan membiarkannya selama 10 -15 menit
untuk menunggu proses plasmolisisnya.
Waktu perendaman
sayatan dengan larutannya sangat berpengaruh. Mengenai waktu yang digunakan
untuk merendam daun Rheo discolor serta umbi bawang adalah selama 10 menit
dengan tujuan agar plasmolisis sel dapat terjadi dengan sempurna, semakin lama
waktu perendaman maka semakin sempurna plasmolisis terjadi yang menyebabkan
cairan yang berada didalam sel semakin banyak keluar, sehingga sel akan semakin
berkerut. Jika rendaman hanya dilakukan dalam waktu yang relatif sebentar, maka
proses plasmolisis tidak dapat diamati secara sempurna, cairan sel hanya
sebagian kecil saja yang keluar dari sel, sehingga proses palmolisis sulit
diamati
Pada keadaan ini sayatan yang berada pada
objek gelas tidak ditutup dengan cover glass agar proses plasmolisis sempurna
terjadi tanpa ada tindihan dari cover glass, jika cover glass dipasang maka
proses plasmolisis akan terganggu karena cairan yang akan keluar dari sel
sedikit banyak terhalangi oleh adanya coverglass. Setelah 10 menit sayatan
dibiarkan dengan larutan gula, kemudian sayatan tersebut diamati di mikroskop
untuk mengetahui apa saja yang terjadi pada sel tersebut. Setelah di amati,
larutan gula diserap dengan menggunakan kertas tissue yang kemudian sayatan
akan ditetesi dengan larutan aquades. Larutan aquades ini dibiarkan pada objek
glass tempat sayatan berada selama 10 menit. Setelah itu praktikan mengamati
lagi dibawah mikroskop untuk mengetahui perbedaan antara sayatan pada saat di
beri glukosa dengan saat sayatan saat diberi aquades. Sebagai pembandingnya,
setelah memberikan larutan aquades praktikan juga memberikan larutan garfis.
Dari hasil
pengamatan didapatkan suatu hasil yaitu Rhoe discolor serta umbi bawang merah pada keadaan biasa setelah diamati beberapa
saat tidak terjadi perubahan apa-apa pada selnya.Warna ungu pada daun sel Rhoe discolor dan umbi bawang merah merata di
seluruh permukaan selnya. Hal ini terjadi karena sel berada dalam keadaan
seimbang (isotonis), karena tidak ada larutan yang bersifat hipotonis maupun
hipertonis. Dari hasil pengamatan terlihat bagian-bagian sel berbentuk rongga
segi enam dengan sitoplasma berwarna ungu memenuhi dinding sel. Air yang
diteteskan membentuk lingkungan isotonik baik di dalam maupun di luar sel,
sehingga bentuk sel normal.
Pada saat sayatan
daun umbi bawang merah serta daun jadam diberi larutan glukosa dan dibiarkan
selama 10 menit. Pada perlakuan ini terlihat adanya perubahan yang terjadi pada
sel daun Rhoe discolor dan umbi bawang merah, pigemen warna ungu yang berada
dalam sel mulai manjadi sedikit dibanding saat sel sebelum diberi larutan
glukosa, selain itu selnya tampak mengkerut karena mengalami plasmolisis. Hal
ini terjadi karena pada saat sayatan umbi bawang merah dan Rhoeo discolor
ditempatkan pada larutan yang hipertonis terhadapnya, maka air keluar dari
vakuola sehingga membrane sitoplasma akan mengkerut yang menyebabkan pigmen antosianin di dalam
vakuola tidak terlalu jelas dilihat. Pada pengamatan hasil menurut literature,
“semakin rendah konsentrasi suatu bahan dari lingkungan lainnya, semakin mudah
sel itu berplasmolisis, dalam percobaan didapatkan pembuktian bahwa sel daun Rhoea discolor dan umbi bawang saat
direndam dengan larutan glukosa terjadi plasmolisis. Hal ini dikarenakan
konsentrasi didalam sel lebih rendah dibanding dengan dilingkungan, lingkungan
yang diamaksud yaitu larutan glukosa sehingga cairan didalam sel akan keluar ke
lingkungan.
Sel tumbuhan yang
dimasukkan dalam larutan gula, maka sel tersebut akan kehilangan air murni.
Jika nilai larutan gula dalam sel lebih pekat dari pada potensial air yang
cukup besar, maka kemungkinan volume sel akan menurun sehingga tidak dapat
mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Akibatnya, membrane dan
sitoplasma akan lepas dari selnya
Pada perlakuan
yang kedua saat ditetesi aquades, ternyata terjadi endoosmosis dalam sel daun
tersebut. Pigmen warna ungu menjadi lebih sedikit dan warnanya tidak terlalu
pekat seperti sebelum ditetesi air. Hal ini dapat terjadi dikarenakan larutan
dalam sel tinggi (hipertonik), sedangkan aquades yang berada diluar sel
bersifat hipotonik. Hal ini akan menyebabkan aquades akan masuk ke dalam sel
dan terjadi endosmosis yang menyebabkan sel menjadi turgid. Hal ini menyebabkan
tekanan osmosis sel mennjadi tinggi. Keadaaan yang demikian dapat memecahkan
sel (lisis). Jadi lisis adalah hancurnya sel karena rusaknya atau robeknya
membrane plasma. Hal ini dapat terjadi karena terlalu banyaknya air yang masuk
sehingga sel tidak mampu lagi untuk menampungnya. Masuknya air kedalam sel juga
menyebabkan kepekatan sel berkurang. Hal in terbukti saat praktikum, dimana
saat sel diberi aquades warna ungu pada sayatan daun jadam serta umbi bawang
merah warna lebih pudar dari pada saat kedua sayatan ini belum diberi perlakuan
apapun.
Peristiwa
deplamolisis merupakan kebalikan dari peristiwa plasmolisis. Ini berarti
peristiwa deplamolisis dapat terjadi bila sel daun Rhoe
discolor serta umbi bawang merah
yang telah mengalami peristiwa plasmolisis diletakkan dilarutan hipotonik
(potensial air rendah). Setelah ditetesi kembali dengan aquades, keadaan sel
kembali seperti semula hanya saja pigmen warna ungu tidak terlalu pekat lagi
warnanya. Pada perlakuan ini akan mengakibatkan air yang berada di luar sel
masuk ke dalam vakuola, sehingga sel daun
Rhoe discolor serta umbi bawang merah tersebut akan mengembang atau
kembali ke keadaan semula. Peristiwa inilah yang kemudian disebut dengan
deplasmolisis. Peristiwa deplasmolisis ini dapat juga bertujuan untuk
mengembalikan keadaan sel yang telah mengalami peristiwa plasmolisiske keadaan
semula atau mengembalikan keadaan sel yang tadinya mengkerut untuk kembali
mengembang seperti keadaan semula. Dengan adanya deplasmosisn inilah , sel yang
telah megkerut karena plasmolisis dapat kembali ke keadaan normal kembali.
Pada percobaan
terakhir, sayatan daun jadam maupun umbi bawang merah ditetesi dengan larutan
garfis, setelah ditunggu selama 10 menit. Sel tidak mengalami perubahan apapun,
baik warna maupun bentuknya. Hal ini dikarenakan lautan garfis merupakan
larutan isotonik dimana konsentrasi antara sel dengan lingkungan (larutan
garfis) memiliki konsentrasi yang sama atau hampir sama sehingga tidak terjadi
transport membran. Jadi suatu transport membran baik difusi maupun osmosis
hanya akan terjadi bila ada perbedaan konsentrasi antara linkungan internal sel
dengan lingkungan eksternalnya.
VII. Penutup
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Permeabilitas membrane sel
· Suhu mempengaruhi
proses difusi dan osmosis, semakin tinggi suhu maka proses difusi osmosis
semakin cepat hal ini dikarenakan suhu tinggi mengakibatkan gerakan partikel
dan laju reaksi menjadi cepat. Bahan organic
mempengaruhi kecepatan difusi dan osmosis, semakin polar suatu larutan maka
semakin cepat pula proses difusi osmosis yang terjadi, hal ini dikarenakan
bahan organic yang bersifat polar mempunyai gugus rantai yang menyebabkan
memiliki kemampuan hidrolisis yang lebih besar, serta kepolaran yang banyak
akan menyebabkan larutan menjadi lebih kental sehingga proses difusi odmosis
mudah terjadi. Variable control
yang berupa air juga terjadi osmosis karena air dibandingkan kunyit lebih
hipotonik namun prose dalam air ini lambat.
7.1.2 Plasmolisis.
· Larutan gula
menyebabkan terjadinya plasmolisi pada sel karena larutan memiliki konsentrasi
lebih besar dibandingkan dengan larutan dalam sel. Aquades
menyebabkan deplasmolisis karena larutan memiliki konsentrasi lebih kecil
dibandingkan dengan larutan dalam sel, bahkan bisa menyebabkan terjadinya
lisis. Larutan grafis
adalah larutan isotonic yang dapat menyeimbangkan larutan dalam sel dan
lingkungannya.
7.2
Saran
Sebaiknya dalam
praktikum praktikan lebih teliti dan ulet dalam melakukan observasi, agar data
yang dihasilkan lebih valid serta waktu yang diperlukan tidak terlalu banyak.
Selain itu alat dan bahan yang digunakan harus siap sebelum praktikum dimulai
agar saat praktikum dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell,
Neil A, & Reece, Jane B. 2008. Biologi 1 Ed. 8. Jakarta: Erlangga.
Juwono
dan Zulfa, Ahmad.2000. Biologi Sel. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Radiman, Cynthia. 2002. Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Membran Polisulfon. Matematika
dan Sains.ISSN 0893-0923 Vol.7(2). 77- 83.
Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung : Angkasa.
Subowo. 1995. Biologi Sel. Bandung : Angkasa.
Trihandaru, Suryasatriya. 2012. Pemodelan dan Pengukuran
Difusi Larutan Gula dengan Lintasan Cahaya Laser. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVI
HFI Jateng & DIY. ISSN : 0853-0823. Vol. 26(1). 27-30.
Wahyuni, 2004. Ekstraksi
Kurkumin Dari Kunyit . Prosiding Seminar Nasional. ISSN : 1411 – 4216 Vol.
17(1). 1-2.
LAMPIRAN