BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa SMA yang memiliki rentan usia
15-18 tahun bisa dikatakan merupakan masa peralihan seseorang dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah
masa remaja. Masa remaja merupakan suatu tahap transisi menuju ke status yang
lebih tinggi yaitu status sebagai orang dewasa. Berdasarkan teori perkembangan,
masa remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat,
termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan
pencapaian (Fagan, 2006).
Sering kali kita melihat banyak sekali tindakan kriminal
yang dilakukan terutama oleh remaja di tingkat SMA, lalu apakah itu murni
kesalahan mereka?. Terjadinya suatu perubahan yang bisa dikatakan cepat tersebut,
baik perubahan-perubahan yang datang dari dalam diri individu remaja maupun
perubahan dari luar individu (lingkungan sekitar) seringkali dapat menimbulkan
konflik, kebimbangan maupun rasa ketergantungan. Konflik yang kerap kali
terjadi di dalam diri remaja bisa juga dikarenakan kelabilan emosi yang masih
belum terkontrol sepenuhnya sepenuhnya, sehingga tidak heran mereka akan
mengalami kesulitan dan rasa bimbang dalam menentukan arah jalan hidup ke
depan. Perasaan yang masih labil tersebut juga dapat menimbulkan rasa
ketergantungan terhadap orang lain karena rasa ketidak mampuan yang mereka
miliki. Sifat ketergantungan yang diiringi dengan kebimbangan tersebut dapat
membahayakan diri remaja itu sendiri, disaat mereka membutuhkan sesuatu untuk
bergantung namun mereka sendiri masih mengalami kebimbangan dalam perasaannya
kemungkinan besar dapat membuat mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang
negatif. Masa-masa ini dapat dikatakan sebagai masa badai bagi seseorang,
dimana akan terjadi perombakan besar terhadap hidupnya, sehingga dalam fase ini
benar-benar dibutuhkan peran orang tua, peran guru, peran lingkungan, dan peran
teman-teman sebayanya untuk membawa dia ke ranah positif dari kehidupan.
Pemberian penyuluhan kepada si remaja mengenai tahap-tahap perkembangannya
sangat penting untuk memastikannya agar tidak salah langkah.
Suatu masa transisi tidak
hanya akan memberikan dampak negatif bagi seorang remaja, masa transisi
tersebut juga bisa memberikan keuntungan kepada remaja yaitu suatu masa yang
lebih panjang untuk mengembangkan berbagai keterampilan serta mempersiapkan
masa depannya. Seorang remaja yang sadar betul akan pentingnya tahap ini akan
lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan, dengan sikap awasnya
tersebut aSSkan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki rasa kemandirian.
Kemandirian dalam menentukan jalan hidupnya, menentukan mana yang terbaik bagi
masa depannya kelak. Berbagai faktor juga dapat memegang kendali dalam tahap
ini baik faktor yang datang dari dalam maupun luar individu remaja, sehingga
dalam makalah ini akan di bahas bagaimana karakteristik remaja terutama siswa
SMA dalam tahap perkembangannya, faktor-faktor yang memegang andil besar dalam
tahap ini, beserta bagaimana cara mendukung tahap perkembangan tersebut .
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
karakteristik dari siswa SMA?
2.
Bagaimanakah
perkembangan karakteristik dari siswa SMA?
3.
Apa
sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan karakteristik siswa SMA?
4.
Bagaimanakah
cara mendukung perkembangan karakteristik dari siswa SMA?
1.3
Tujuan
1.
Mendeskripsikan
karakteristik dari siswa SMA
2.
Mengetahui
perkembangan karakteristik dari siswa SMA
3.
Mengetahui
factor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi perkembangan karakteristik
siswa SMA
4.
Mengetahui
cara yang tepat untuk mendukung perkembanngan karakteristik dari siswa SMA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Karakteristik Siswa SMA
Usia siswa SMA secara umum berada
pada rentang 15/16-18/19 tahun yang kerap disebut sebagai usia remaja, oleh
karena itu sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai karakteristik siswa SMA
atau karakteristik seorang remaja kita akan bahas terlebih dahulu apa yang
sebenarnya dimaksud dengan usia remaja itu.
Berikut merupakan batasan usia remaja menurut para ahli:
- Menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.
- Monks,
dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.
- Menurut
Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23
tahun.
Berdasarkan
batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa
remaja relatif sama akan tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.
Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang dan remaja
yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen
ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak
Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu
bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai
sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh
James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja
yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity
achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini
juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Berikutnya kita akan mulai membahas karakteristik dari
remaja. Dari beberapa pengertian di atas masa remaja merupakan sebuah periode
dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak
terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana
saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi
dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa.
Fase-fase
masa remaja menurut Monks dkk. (2004) dibatasi antara usia 12-21 tahun, dengan
pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun termasuk masa
remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.
Karakteristik
yang menonjol pada anak usia sekolah menengah adalah sebagai berikut:
- Adanya
kekurangseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
- Mulai
timbulnya ciri-ciri sekunder.
- Timbulnya
keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing.
- Kecenderungan
ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul dengan
orang banyak serta antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan
kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.
- Senang
membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika, atau norma dengan
kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
- Mulai
mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat
kemurahan dan keadilan Tuhan.
- Reaksi
dan ekspresi emosi masih labil.
- Kepribadiannya
sudah menunjukkan pola tetapi belum terpadu.
- Kecenderungan
minat dan pilihan karier sudah relatif lebih jelas.
Oleh Suryabrata (2002) fase remaja
ini disebut sebagai masa merindu-puja yang ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Anak merasa kesepian dan
menderita. Dia menganggap tidak ada orang yang mau mengerti, memahami dirinya,
serta menjelaskan mengenai hal-hal yang dirasakannya.
- Reaksi pertama seorang anak pada tahap ini adalah
protes terhadap sekitarnya yang dirasa tiba-tiba memusuhi,
menerlantarkan, dan tidak mau mengerti terhadapnya.
- Mulai tumbuh dorongan untuk mencari pedoman hidup,
mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan
dipuja.
- Seorang anak mengalami goncangan batin. Dia tidak mau
lagi memakai pedoman hidup di masa kanak-kanaknya, tetapi ia juga belum
mempunyai pedoman hidup yang baru.
- Merasa tidak tenang dan banyak kontradiksi dalam
dirinya. Dia merasa mampu untuk melakukan suatu hal tetapi tidak tahu
bagaimana cara mewujudkannya.
- Ia mulai mencari dan membangun pendirian atau
pandangan hidupnya. Dalam proses tersebut ia akan melewati tiga langkah,
yaitu:
2. Seorang anak akan memerlukan
teman yang dapat memahami, menolong, dan turut merasakan suka-duka yang
dialaminya.
a.
Karena
belum memiliki pedoman hidup, seorang remaja akan memerlukan sesuatu yang dapat
dianggap sebagai sesuatu yang bernilai, pantas dihargai, dan dipanuti. Pada
awalnya, sesuatu yang dipuja itu belum memiliki bentuk tertentu. Si remaja
sendiri hanya tahu bahwa dia menginginkan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang
diinginkannya. Keadaan seperti ini biasanya melahirkan sajak-sajak alam.
b.
Pada
tahap kedua objek pemujaan kian jelas, yaitu pribadi-pribadi yang
mendukung personifikasi nilai-nilai tertentu yang diinginkan anak. Dalam
pemujaan, remaja laki-laki dan perempuan memiliki cara yang berbeda dalam
mengkespresikannya. Pada masa ini tumbuh dengan subur rasa kebangsaan.
c.
Pada
tahap ketiga si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari
pendukungnya dan nilai sebagai hal yang bersifat abstrak, sehingga
tibalah waktunya bagi si remaja untuk menentukan pilihan atau pendirian
hidupnya. Penentuan ini biasanya berkali-kali melalui proses jatuh bangun
karena ia menguji nilai yang dipilihnya dalam kehidupan nyata, sampai diperoleh
pandangan/pendirian yang tahan uji.
Karakteristik-karakteristik tersebut akan mendatangkan
implikasi bagi kehidupannya, salah satu implikasi dari karakteristik siswa SMA
tersebut terhadap pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Remaja
memerlukan orang yang dapat membantunya mengatasi kesukaran yang dihadapi.
2.
Pribadi
pendidik (sebagai pendukung nilai) berpengaruh langsung terhadap perkembangan
pendirian hidup remaja. Karena itu, segala sikap dan perilaku pendidik harus
dapat dipertanggungjawabkan dari segi pendidikan.
3.
Pendidik
hendaknya:
a.
Berdiri
’di samping’ mereka, tidak di depannya melalui dikte dan instruksi;
b.
Menunjukkan
simpati bukan otoritas, sehingga dapat memperoleh kepercayaan dari remaja dan
memberinya mereka bimbingan; serta
c.
Menanamkan
semangat patriotik dan semangat luhur lainnya karena ini memang masanya.
Pada dasarnya, keseluruhan ciri umum tersebut lebih bersifat
konseptual. Kenyataan menunjukkan bahwa setiap anak baik yang berjenis
kelamin sama ataupun berbeda, menghayati masa remajanya dengan cara yang
tidak persis sama. Kajian terhadap perkembangan peserta didik usia PMU
menunjukkan bahwa secara biologis, didaktis, dan psikologis, mereka berada
dalam periode berikut (Hunkins, 1980; Hamachek, 1990; Santrock, 1994;
Suryabrata, 2002; Sukmadinata, 2004; Desmita, 2005).
Menurut
Hunkins (1980), siswa SMA cenderung berkarakteristik berikut.
1. Secara fisik:
a.
Umumnya
individu telah mempunyai kematangan yang lengkap;
b.
Individu-individu
ini kian menyerupai orang dewasa: tulang-tulang tumbuh kian lengkap, dan
sosoknya kian tinggi; serta
c.
Meningkatnya
energi gerak pada setiap individu.
2. Secara mental:
a.
Individu
dilanda kerisauan untuk menemukan jati diri dan tujuan hidup mereka;
b.
Keadaan
mental remaja itu terus berlanjut dan untuk berusaha keras suntuk menjadi
mandiri;
c. Dalam melepaskan ketergantungan dari
orang dewasa, pelbagai individu ini kerap memperlihatkan perubahan mood yang
ekstrem, dari yang kooperatif hingga yang suka memberontak;
d.
Kendali
untuk dapat diterima lingkungan masih kuat, dan individu-individu itu sangat
memperhatikan popularitas, terutama bagi kalangan yang berbeda kelamin; serta
e.
Berbagai
individu kerap mengalami beberapa masalah dengan membuat penilaian
sendiri.
2.2
Perkembangan Karakteristik Siswa SMA
Menurut ilmu psikologi yang dimaksud
dengan perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Perkembangan
pribadi manusia ini berlangsung sejak konsepsi sampai mati. Perkembangan yang
dimaksud adalah proses tertentu yaitu proses yang terus menerus, dan proses
yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.Istilah
“perkembangan “ secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental
psikologis manusia.
Bagi sebagian besar individu yang baru beranjak dewasa
bahkan yang sudah melewati usia dewasa remaja adalah waktu yang paling berkesan
dalam hidup mereka. Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak
mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orangtua
yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang
sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri.
Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi
dengan ketat sebab di mata orangtua, para anak remaja mereka masih belum siap
menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan
internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri
dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas yakni remaja
adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang terjadi secara
kontinue, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung
secara interdependent, saling bergantung satu sama lainnya dan tidak dapat
dipisahkan (tidak bisa berdiri sendiri), akan tetapi dapat dibedakan (Kartono,
K., 1979).
Pertumbuhan dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni. Perubahan ukuran akibat bertambah banyaknya atau bertambah besarnya sel (Edwina, 2004) Misalnya bertambahnya tinggi badan, bertambahnya berat badan, otot-otot tubuh bertambah pesat (kekar).
Pertumbuhan dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni. Perubahan ukuran akibat bertambah banyaknya atau bertambah besarnya sel (Edwina, 2004) Misalnya bertambahnya tinggi badan, bertambahnya berat badan, otot-otot tubuh bertambah pesat (kekar).
Perkembangan menunjukkan suatu
proses tertentu yaitu proses yang menuju kedepan dan tidak dapat diulang
kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang sedikit
banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangi. Perkembangan menunjukkan pada
perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju (Ahmadi, A.,
1991), begitu pula dengan perkembangan karakteristik remaja terutama siswa SMA.
Berikut merupakan perkembangan karakteristik dari siswa SMA.
1. Perkembangan karakteristik berupa perkembangan fisik.
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan
lebih cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini
remaja memerlukan asupan gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara
optimal. Perkembangan fisik remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan,
tulang kaki dan tangan, serta otot-otot tubuh berkembang pesat.
2.
Perkembangan karakteristik seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual
pada remaja. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya
alat reproduksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang
pertama, yang tanpa sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan,
bila rahimnya sudah bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang
pertama.
Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan.
Pada laki-laki pada lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada
suaranya pecah; didaerah wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh
bulu-bulu atau rambut; kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat
dan pori-porinya meluas. Pada anak perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat,
hal ini dikarenakan produksi hormon dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar
bertambah lebar dan bulat akibat dari membesarnya tulang pinggul dan
berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara membesar dan rambut tumbuh di daerah
ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi lebih penuh dan merdu.
Pada
saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara
biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang
anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam
memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang
berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
a.
Follicle-Stimulating
Hormone (FSH)
b.
Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan.
Kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing
Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH)
merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot,
dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk
fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa
mereka pada dunia remaja.
3. Perkembangan karakteristik
berpikir, cara berfikir kausalitas.
Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja
sudah mulai berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru,
lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima
jika dilarang melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan
penjelasan yang logis. Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua
melarangnya sambil berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan
mengapa hal itu tidak boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan
jawaban yang memuaskan maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik
dan oarang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan
kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget
(seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para
remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang
sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan
menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk
Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu
sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini.
Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional
konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum
mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan
sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar
satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir
anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang
cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak
memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan
mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap
pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa
berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi
terbaik.
4. Perkembangan karakteristik
emosi yang cenderung meluap-meluap.
Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya
dengan keadaan hormon. Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam
satu waktu mereka akan kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba
langsung bisa menjadi sedih atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus
cinta atau remaja yang tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan
lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan
sesuatu mereka hanya menuruti ego dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan
terjadi.
5.perkembangan karakteristik dalam
kehidupan sosialnya
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu
mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma
yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb. Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi
semakin penting manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan
karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas
dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan.
Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan
menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga
dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung
berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan
bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting
bagi remaja untuk dapat mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan
kemampuan untuk menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara
melakukan hal tersebut dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja
yang berada dalam fase perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah
memiliki ketrampilan sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan sehari-hari. Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi
kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri
sendiri & orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain,
memberi atau menerima feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai
norma dan aturan yang berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai
oleh remaja pada fase tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya. Hal ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan
aspek psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini
remaja mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan
status atau peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia
diberi peranan dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik. Sebaliknya
jika remaja tidak diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik
perhatian lingkungan sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.
Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan
membentuk satu kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada
kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan
kelompoknya dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada
suatu pilihan untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman,
maka dia akan lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.
Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa
tertarik pada lawan jenisnya dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal
ini orang tua kurang mengerti dan melarangnya maka akan menimbulkan masalah
sehingga remaja cenderung akan bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak
perempuan secara biologis dan karakter lebih cepat matang daripada anak
laki-laki.
6. Perkembangan karakteristik
moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai
bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya
sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978)
menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam
menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada
mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan
pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara
kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan
kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di
luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa
ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain.
Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia
terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning)
pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada
di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola
pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari
sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini
diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan
sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa
remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi
itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu
kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang
remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah
masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja
untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau
pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik
tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan
sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam
memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri
remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan
alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku
akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban
di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya
jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan
dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai
menajam.
7. Perkembangan karakteristik
kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan
manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang
tampil tidak selalu mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang
sebenarnya). Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai
seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga orang yang memiliki
penampilan tidak menarik cenderung dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua
memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain
tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik seperti materi atau penampilan.
2.3
Faktor-faktor Yang Menghambat Perkembangan Karakteristik Siswa SMA
Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi perkembangan
karakteristik siswa SMA, dan hal itu bisa dikategorikan dalam 2 faktor besar
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. yang termasuk faktor internal
adalah genetika, kecukupan gizi, dan pikiran orang itu sendiri. Sedangkan yang
termasuk faktor eksternal adalah lingkungan dimana dia hidup yang juga bisa
mencakup orang-orang dalam lingkungan tersebut seperti orang tua, guru, dan
teman sebayanya.
Salah satu faktor yang memiliki andil cukup besar dalam
menentukan perkembangan karakteristik adalah faktor lingkungan. Kondisi
lingkungan dengan berbagai karakter tiap kelompok masyarakat yang berbeda-beda
dimana pasti ada yang baik dan ada yang buruk. Sekarang yang menentukan adalah
pikiran mereka sendiri, apakah pikiran mereka bisa memilah dan memilih mana
yang baik dan mana yang buruk, sehingga faktor eksternal dan internal itu tidak
bisa berdiri sendiri karena keduanya saling mempengaruhi. Faktor internal juga
bisa berupa karakter remaja itu sendiri, menurut Gunarsa (1989) terdapat
beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada
diri remaja itu sendiri, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan
Sifat-sifat tersebut dapat membuat seorang remaja menjadi
lebih tertutup terhadap
lingkungan,
sehingga membuat mereka takut untuk bereksplorasi dan mencoba sesuatu yang
baru. Hal inilah yang membuat perkembangan karakternya terhambat.
2. Ketidakstabilan emosi.
Emosi yang cenderung meluap-luap bisa menyebabkannya tidak
berhati-hati atau tidak berpikir secara matang saat mengambil sebuah keputusan.
- Adanya
perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
- Adanya
sikap menentang dan menantang orang tua.
- Pertentangan
di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang
dengan orang tua.
- Kegelisahan
karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
- Senang
bereksperimentasi.
- Senang
bereksplorasi.
- Mempunyai
banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
- Kecenderungan
membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
2.4 Cara
Mendukung Perkembangan Karakter Siswa SMA
Masa SMA atau yang berkaitan dengan
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
dewasa, yang melibatkan beberapa fisik, intelektual, kepribadian, dan perubahan
perkembangan sosial. Masa pubertas sinyal awal remaja dan pubertas sekarang
terjadi sebelumnya, rata-rata, daripada di masa lalu (anak sekarang lebih cepat
mengalami masa pubertas). Akhir masa perkembangan terikat lebih sehingga untuk
faktor sosial dan emosional dan dapat agak ambigu. Oleh sebab itu dalam tahap
ini benar-benar dibutuhkan dukungan baik dari remaja itu sendiri, dari orang
tua dan guru, dari teman sebaya serta dari lingkungan dimana ia berada.
1.
Orang
Tua
2.
Berikan
perhatian penuh saat anak Anda ingin berbicara. Jangan membaca, menonton
televisi, atau sibuk sendiri dengan tugas-tugas lainnya.
3.
Dengarkan
dengan tenang dan berkonsentrasi pada pendengaran dan pemahaman anak-anak Anda
titik pandang.
4.
Bicaralah
dengan anak Anda sebagai sopan dan menyenangkan seperti yang Anda lakukan
kepada orang asing. Nada suara Anda dapat mengatur nada percakapan.
5.
Memahami
perasaan anak Anda – bahkan jika Anda tidak selalu menyetujui perilaku mereka.
Cobalah untuk tidak membuat penilaian. Menjaga pintu terbuka pada subjek.
Jadilah “askable” orang tua.
6.
Hindari
anak-anak Anda meremehkan dan menghina dan menertawakan apa yang tampaknya Anda
menjadi pertanyaan naif atau bodoh dan pernyataan.
7.
Dorong
anak Anda untuk “test” ide-ide baru dalam percakapan dengan tidak menilai
ide-ide mereka dan pendapat, tetapi dengan mendengarkan dan kemudian menawarkan
pemandangan Anda sendiri jelas dan jujur mungkin. Cinta dan saling menghormati
dapat hidup berdampingan dengan sudut pandang yang berbeda.
8.
Bantulah
anak Anda membangun kepercayaan diri dengan mendorong partisipasi mereka dalam
kegiatan pilihan mereka (bukan milikmu).
9.
Buatlah
upaya untuk memuji anak-anak Anda sering dan tepat. Terlalu sering, kita
mengambil hal-hal baik untuk diberikan dan fokus pada yang buruk, tapi semua
orang harus dihargai.
10. Dorong anak Anda untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan keluarga untuk bekerja keluar
masalah keluarga bersama-sama dengan Anda. Memahami bahwa anak-anak Anda perlu
untuk menantang pendapat Anda dan cara Anda melakukan sesuatu untuk mencapai
pemisahan dari Anda yang penting untuk identitas orang dewasa mereka sendiri.
11. Hindari melihat orang tua Anda
sebagai musuh. Kemungkinannya adalah bahwa mereka mencintai Anda dan memiliki
kepentingan terbaik Anda dalam pikiran, bahkan jika Anda tidak selalu setuju
dengan cara mereka menunjukkan bahwa.
12. Cobalah untuk memahami bahwa orang
tua Anda adalah manusia, dengan ketidakamanan mereka sendiri, kebutuhan, dan
perasaan.
13. Dengarkan orang tua Anda dengan
pikiran terbuka, dan mencoba untuk melihat situasi dari sudut pandang mereka.
Berbagi perasaan Anda dengan orang tua Anda sehingga mereka dapat memahami Anda
lebih baik.
14. Hidup sampai tanggung jawab Anda di
rumah dan di sekolah sehingga orangtua Anda akan lebih cenderung untuk
memberikan Anda jenis kemerdekaan yang Anda inginkan dan butuhkan.
15. Meningkatkan kritik Anda keluarga,
sekolah, dan pemerintah dengan saran-saran untuk perbaikan praktis.
16. Jadilah seperti yang sopan dan
perhatian kepada orang tua Anda sendiri saat Anda akan orang tua dari
teman-teman Anda.
Orang tua bisa dikatakan orang yang memiliki hubungan
terdekat dengan si remaja sebelum ia mengalami masa pubertasnya. Seorang anak
akan lebih sering menghabiskan waktunya dengan kedua orang tua mereka. Seorang
anak akan menganggap kedua orang tuanya sebagai panutan sebelum ia mengenal
yang namanya dunia luar. Oleh karena itu peran orang tua disini sangatlah
dibutuhkan terutama dalam mendukung perkembangan karakter remaja. Beberapa hal
yang dapat dilakukan selaku orang tua untuk membantu mendukung
perkembangan karakter anaknya dalam fase ini diantaranya:
1. Remaja
Yang paling besar peranannya
diantara hal-hal yang sudah disebutkan di atas tadi adalah remaja itu sendiri,
tentang bagaimana cara agar dia mau berusaha untuk mendukung perkembangan
karakter dalam fasenya saat itu. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh diri
remaja itu sendiri untuk mendukung dirinya diantaranya adalah:
2. Teman Pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama
kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya,
teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat
pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak
pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih
banyak berperan dalam membentuk karakteristik seorang individu.
Berbeda
dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Masa remaja bisa dikatakan sebuah masa penuh badai yang
harus dilewatinya untuk mengarungi samudera kehidupan. Jika ia berhasil
melewati badai tersebut maka dipastikan ia akan selamat atau dalam artian telah
berhasil dalam menjalani kehidupan, namun jika ia malah terseret dalam badai
itu maka ia tidak akan selamat.
Dalam
fase remaja ini dikenal yang namanya tahap atau fase pengembangan karakter,
dimana dalam fase ini seorang remaja dituntut untuk bersikap lebih dewasa
disbanding dirinya di masa kanak-kanak dulu.
Fase
pengembangan karakter itu sendiri tidak dapat berjalan dengan mudah maupun
semulus seperti yang diharapkan, dibutuhkan sebuah perjuangan bukan hanya dari
remaja itu sendiri tapi juga dari lingkungan dan orang-orang sekitar untuk
membentuk sebuah karakter dari individu tersebut. Dalam kasus ini peran dari
remaja itu memang penting tapi kita juga tidak bisa melupakan peran dari Orang
Tua, guru, teman sebaya, juga masyarakat yang selama ini berada disekitarnya.
Sebuah karakter akan terbentuk dari sebuah proses yang panjang, dan karakter
itu sendiri akan terbentuk sesuai dengan komponen-komponen yang telah
membentuknya. Jika komponen-komponen pembentuknya baik maka karakter yang
baiklah yang aakan terlahir, dan sebaliknya.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa di usia SMA ini merupakan fase metamorphosis seorang
anak menjadi sosok yang lebih dewasa, diperlukan cara-cara dan faktor-faktor
pendukung untuk keberhasilan dalam fase pengembangan karakter ini.
3.2 SARAN
Sebaiknya kita sebagai calon guru
ataupun sebagai pendidik hendaknya kita mengetahui tentang karakteristik
perkembangan remaja , faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
karakteristik siswa SMA dan upaya mendukung perkembangan karakteristik siswa
SMA. Hal ini diharuskan agar pendidik bisa mengerti bagaimana cara mendidik
remaja khususnya siswa SMA dengan baik dan benar. Sehingga para perserta didik
bisa memahami apa yang diajarkan oleh pendidik.
0 komentar:
Posting Komentar